Kamis, 13 April 2017

Keutamaan Sodaqah (Sedekah)





Suatu saat ada seseorang sedang berjalan di sebuah padang yang luas tak berair, tiba-tiba dia mendengar suara dari awan (mendung), "Siramilah kebun si fulan!" maka awan itu menepi (menuju ke tempat yang ditunjukkan) lalu mengguyurkan airnya di tanah bebatuan hitam. Ternyata ada saluran air dari saluran-saluran itu yang telah penuh dengan air. Maka ia menelusuri (mengikuti) air itu. Ternyata ada seorang laki-laki yang berada di kebunnya sedang mengarahkan air dengan cangkulnya. Kemudian dia bertanya, Wahai hamba Allah, siapakah nama anda? Dia menjawab, "Fulan".
Sebuah nama yang didengar dari awan tadi. Kemudian orang itu balik bertanya, "Mengapa anda menenyakan namaku?" Dia menjawab, "Saya mendengar suara dari awan yang ini adalah airnya, mengatakan 'Siramilah kebun si fulan!' yaitu nama anda. Maka apakah yang telah andakerjakan dalam kebun ini?". Dia menjawab, Karena anda telah mengatakan hal ini maka akan saya ceritakanbahwa saya memperhitungkan (membagi) apa yang dihasilkan oleh kebun ini; sepertiganya saya sedekahkan; sepertiganya lagi saya makan bersama keluarga dan sepertiganya lagi saya kembalikan lagi ke kebun (ditanam kembali). (Hadits Riwayat Muslim, dari Abu Hurairah).
Hadits di atas adalah salah satu contoh kisah nyata dari salah satu keutamaan bersodaqah (bersedekah), yaitu Allah (S.W.T.) tidak akan mengurangi rezeki yang kita sedekahkan, dan bahkan Allah (S.W.T.) akan mengganti dan melipat gandakannya.

Sedekah tidak mengurangi Rezeki.
Allah (S.W.T.) berfirman dalam surat Saba bahwa Allah (S.W.T.) akan mengganti sedekah yang kita keluarkan:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)'. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya." (Q.S. Saba 34:39).
Secara logika, mungkin kita akan berfikir bahwa harta yang kita keluarkan untuk sedekah berarti pengurangan harta yang ada di tangan kita. Tetapi pa kenyataannya Rasulullah (S.A.W.) pernah bersabda bahwa harta seseorang tidak akan berkurang karena disedekahkan:
"Ada tiga perkara yang saya bersumpah atasnya dan saya memberitahukan kepadamu semua akan suatu Hadits, maka peliharalah itu: Tidaklah harta seseorang itu akan menjadi berkurang sebab disedekahkan, tidaklah seseorang hamba dianiaya dengan suatu penganiayaan dan ia bersabar dalam menderitanya, melainkan Allah menambahkan kemuliaan padanya, juga tidaklah seseorang hamba itu membuka pintu permintaan, melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan," (H.R. Tirmidzi, dari Abu Kabsyah, yaitu Umar bin Sa'ad al-Anmari r.a.).

Sedekah membuka pintu rezeki.
Rasulullah (S.A.W.) pernah bersabda "Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah." (HR. Al-Baihaqi).
Dalam salah satu hadits Qudsi, Allah Tabaraka wata’ala berfirman: "Hai anak Adam, infaklah (nafkahkanlah hartamu), niscaya Aku memberikan nafkah kepadamu." (H.R. Muslim).
Dalam hadits lain yang dinarasikan oleh Abu Hurairah (r.a.), Nabi (S.A.W.) pernah bersabda: "Tidak ada hari yang disambut oleh para hamba melainkan di sana ada dua malaikat yang turun, sala satunya berkata: "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang-orang yang berinfaq. Sedangkan (malaikat) yang lainnya berkata: "Ya Allah berikanlah kehancuran kepada orang-orang yang menahan (hartanya)." (H.R. Bukhari - Muslim)
Ada satu kisah pada zaman Nabi (S.A.W.) yang mana seseorang yang banyak hutang berdiam di masjid di saat orang-orang bekerja. Ketika ditanya oleh Nabi (S.A.W.), orang tersebut menjawab bahwa ia sedang banyak hutang. Yang menarik adalah Nabi (S.A.W.) mengajarkan beliau sebuah doa, yang mana doa tersebut tidak menyebut sama sekali "Bukakanlah pintu rezeki" atau "Perbanyaklah rezeki saya sehingga bisa membayar hutang". Tetapi doa yang diajarkan oleh Nabi (S.A.W.) adalah meminta perlindungan dari rasa malas dan bakhil (pelit). Hadits-hadits di atas menjelaskan tentang doa ini, bahwa ke-tidak-pelitan seseorang untuk bersedekah membuka pintu rezeki orang tersebut.
Doa tersebut adalah: "Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu daripada kegundahan dan kesedihan, daripada kelemahan dan kemalasan, daripada sifat pengecut dan bakhil (pelit), daripada kesempitan hutang dan penindasan orang."

Sedekah melipat gandakan rezeki.
Bukan saja sedekah membuka pintu rezeki seseorang, tetapi bahkan bersedekah juga melipat-gandakan rezeki yang ada pada kita.
Rasulullah (S.A.W.) pernah bersabda: "Barangsiapa bersedekah dengan sesuatu senilai satu buah kurma yang diperolehnya dari hasil kerja yang baik, bukan haram, dan Allah itu tidak akan menerima kecuali yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan kanannya, sebagai kiasan kekuasaanNya, kemudian memperkembangkan pahala sedekah tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seseorang dari engkau semua memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung - yakni memenuhi lembah gunung karena banyaknya." (Muttafaq 'alaih, dari Abu Hurairah r.a.)
Janji Allah (S.W.T.) dalam Al-Qur'an bahwa Allah akan melipat-gandakan sedekah kita menjadi 700 kali lipat:
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah 2:261).

Sedekah Menjaga Warisan.
Rasulullah (S.A.W.) bersabda "Tidaklah seorang yang bersedekah dengan baik kecuali Allah memelihara kelangsungan warisannya." (H.R. Ahmad).
Di dalam Surat Al-Kahfi ada kisah tentang perjalanan Nabi Musa (A.S.) dengan Khidir. Di dalam kisah tersebut Khidir memperbaiki diding rumah dari dua anak yatim, dan menjelaskan bahwa di bawah dinding tersebut ada harta warisan dari orang tua mereka yang soleh. Khidir memperbaiki dinding tersebut agar harta warisan tersebut tetap pada tempatnya sampai sang anak menjadi dewasa. Demikianlah salah satu contoh bagaimana Allah (S.W.T.) melindungi warisan seseorang.

Sedekah adalah Naungan kita di hari kiamat.
Rasulullah (S.A.W.) bersabda "Naungan bagi seorang mukmin pada hari kiamat adalah sedekahnya." (HR. Ahmad). Dalam hadist lain, Rasulullah (S.A.W.) pernah bersabda tentang tujuh orang yang diberi naungan oleh Allah (S.W.T.) pada hari yang mana tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya. Salah satu orang yang diberi naungan pada hari itu adalah orang yang bersedekah dengan tangan kanan, tetapi tangan kirinya tidak mengetahuinya.

Sedekah Menjauhkan diri kita dari api neraka.
Rasulullah (S.A.W.) bersabda: "Jauhkan Allah (S.W.T.) juga berfirman bahwa salah satu ciri dari orang yang bertaqwa yang akan masuk surga adalah orang yang bersedekah diwaktu lapang maupun sempit.
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" (Q.S. Ali Imran 3:133-134).
Sedekah Mengurangi kesakitan kita di sakaratul maut.
Dalam buku Fiqh-Us-Sunnah karangan Sayyid Sabiq, disebutkan Rasulullah (S.A.W.) pernah bersabda: "Sedekah meredakan kemarahan Allah dan menangkal (mengurangi) kepedihan saat maut (Sakratulmaut)."
Rasulullah (S.A.W.) juga pernah bersabda, "Sedekah dari seorang Muslim menigkatkan (hartanya) dimasa kehidupannya. Dan juga meringankan kepedihan saat maut (Sakratulmaut), dan melauinya (sedekah) Allah menghilangkan perasaan sombong dan egois. (Fiqh-us-Sunnah vol. 3, hal 97).

Sedekah Mengobati orang sakit.
Rasulullah (S.A.W.) bersabda, "Bentengilah hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan bersedekah dan persiapkan doa untuk menghadapi datangnya bencana." (H.R. Ath-Thabrani).
Sedekah untuk janda dan orang miskin diibaratkan seperti orang yang berpuasa terus menerus. Rasulullah (S.A.W.) bersabda, "Orang yang mengusahakan bantuan (pertolongan) bagi janda dan orang miskin ibarat berjihad di jalan Allah dan ibarat orang shalat malam. Ia tidak merasa lelah dan ia juga ibarat orang berpuasa yang tidak pernah berbuka." (H.R. Bukhari)

Quality adalah lebih baik dari Quantity.
Bersedekah satu dolar bisa jadi lebih baik dari pada bersedekah seratus-ribu dollar. Jika seseorang hanya memiliki dua dollar kemudian disedekahkannya satu dollar maka sedekah tersebut adalah lebih baik dari pada sedekah dari seseorang Billioner tetapi hanya mensedekahkan seratus ribu dollar.
Rasulullah (S.A.W.) pernah bersabda, "Satu dirham memacu dan mendahului seratus ribu dirham". Para sahabat bertanya, "Bagaimana itu?" Nabi (S.A.W.) menjawab, "Seorang memiliki (hanya) dua dirham. Dia mengambil satu dirham dan bersedekah dengannya, dan seorang lagi memiliki harta-benda yang banyak, dia mengambil seratus ribu dirham untuk disedekahkannya. (HR. An-Nasaa'i)
Mendekati bulan Ramadhan yang mulia ini marilah kita perbanyak sedekah kita, berapapun jumlahnya. Jangan sampai kita menunggu kaya raya atau hidup berlebih untuk bersedekah karena hal tersebut adalah bisikan syetan belaka. Terlebih lagi, jangan sampai kita menunggu sampai ruh kita berada di tenggorakan, karena pada saat itu harta kita sudah dipastikan bukan milik kita lagi tetapi sudah menjadi milik ahli waris.
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah (S.A.W.), "Sedekah yang bagaimana yang paling besar pahalanya?" Nabi (S.A.W.) menjawab, "Saat kamu bersedekah hendaklah kamu sehat dan dalam kondisi pelit (mengekang) dan saat kamu takut melarat tetapi mengharap kaya. Jangan ditunda sehingga ruhmu di tenggorokan baru kamu berkata untuk Fulan sekian dan untuk Fulan sekian." (HR. Bukhari).

Menuntut Ilmu Itu Wajib




بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Hadirin wa hadirah...
”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim lelaki dan Muslim perempuan” [HR Ibnu Majah] "Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (Bukhari-Muslim)
Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim. Artinya jika kita menuntut ilmu kita mendapat pahala. Sebaliknya jika tidak, kita berdosa. Tanpa ilmu semua amal kebaikan yang kita lakukan akan ditolak (HR Muslim).
Kenapa? Karena bisa jadi amal kita itu justru keliru dan malah merugikan orang. Sebagai contoh, jika ada orang yang membangun jembatan yang sangat besar melintas sungai, jika tanpa ilmu jembatan tersebut bisa runtuh dan menewaskan orang yang melewatinya. Begitu pula jika kita shalat tanpa ilmu, maka shalat kita bisa keliru. Mungkin ada rukun yang keliru atau malah tidak dikerjakan sama sekali.

a.       Larangan Taqlid atau Membebek tanpa Ilmu
Dalam Islam kita dilarang membebek/taqlid meski kita mengikuti ulama:
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ
“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya...” (Al Israa’:36). Kenapa? Itu sudah dijelaskan ayat di atas. Apalagi ulama juga banyak yang berbeda pendapat.
Bahkan Imam Al Ghazali mengatakan ada 2 ulama yaitu ulama akhirat (yang benar) dan ulama su’ (jahat) yang justru menyesatkan manusia. Celaka atas umatku dari ulama yang buruk. (HR. Al Hakim)
Sesatnya ummat Yahudi dan Nasrani karena mereka taqlid kepada ulama mereka sehingga ketika para ulama mereka mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, mereka pun mengikutinya:
ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ
”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah... (At Taubah: 31)
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡأَحۡبَارِ وَٱلرُّهۡبَانِ لَيَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۗ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah...” (At Taubah: 34) Tentu anda bertanya, ”Saya kan masih awam. Kalau saya tidak mengikuti ulama bagaimana?” Belajar pada ulama yang lurus itu wajib. Tapi anda harus dapat dalil Al Qur’an dan Hadits dari guru anda. Bukan sekedar ucapan guru anda belaka. Sebab sumber pedoman dalam Islam hanya Al Qur’an dan Hadits.
Ada pun pendapat selain Allah dan Nabi itu tidak maksum. Sering salah dan berbeda-beda antara satu ulama dengan ulama lainnya. Anda bisa memeriksa kebenaran ajaran guru anda dengan memeriksa dalil Al Qur’an dan Hadits yang dia berikan.
“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku...” [HRImam Malik]
Guru yang baik akan memberikan anda dalil Al Qur’an dan Hadits untuk setiap ilmu agama yang dia berikan. Sebagai contoh, dalil untuk mengerjakan shalat dan membayar zakat adalah:
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣
”Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'” (Al Baqarah:43)
Ada baiknya anda berguru pada banyak guru sebagaimana Imam Malik yang sampai mempunyai 900 guru sehingga bisa membandingkan ajaran guru yang satu dengan yang lainnya dan memilih dalil mana yang terkuat.

b.      Ilmu yang Wajib Kita Pelajari adalah Ilmu yang Bermanfaat
Anas ra berkata: Rasulullah SAW berdoa: "Ya Allah, manfaatkanlah untuk diriku apa yang telah Engkau ajarkan kepadaku, ajarilah aku dengan apa yang bermanfaat bagiku, dan limpahkanlah rizqi ilmu yang bermanfaat bagiku)." Riwayat Nasai dan Hakim.
Menurut Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Uluumuddiin, mempelajari ilmu agama tentang kewajiban agama, serta halal/haram adalah fardlu ’ain. Artinya setiap Muslim wajib mempelajarinya. Contohnya karena sholat itu wajib, kita harus mempelajari shalat. Segala macam yang berkaitan dengan sahnya sholat seperti wudlu dan mandi junub juga harus kita pelajari. Sebab jika kita junub dan tidak tahu cara mandi junub sehingga kita berhadats besar, maka segala sholat yang kita lakukan sia-sia karena bersih dari segala najis dan hadats itu adalah syarat sahnya shalat. Padahal Shalat itu tiang agama. Shalat adalah amal yang pertamakali diperiksa di Hari Kiamat. Jika shalatnya rusak, meski amalan yang lain sangat baik, otomatis ke neraka.
Bagaimana jika shalat kita masih belum betul? Jawabannya kita harus selalu belajar/mengaji kepada para ustadz. Sebab selama kita masih menuntut ilmu, Allah masih memaklumi. Tapi jika sudah salah tidak mau belajar, ini adalah calon yang tepat untuk menghuni neraka.
Ada pun ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Kedokteran agar kita bisa menolong orang sakit atau ilmu Peperangan agar dapat mempertahankan negara itu adalah Fardlu ’Ain. Jika semua Muslim tidak melakukannya, semua berdosa. Tapi jika ada beberapa orang yang mengerjakannya, semua terbebas dari kewajiban itu. Ilmu yang tidak bermanfaat bahkan membawa mudlarat seperti ilmu sihir, ilmu ramal/nujum haram untuk dipelajari dan diamalkan.

c.       Ilmu harus Segera Diamalkan/Dikerjakan
Ilmu jika tidak diamalkan akan sia-sia. Tidak ada manfaat. Orang yang sudah capek-capek belajar ilmu kedokteran kemudian tidak memanfaatkannya untuk menolong orang sebagai dokter maka ilmu itu tidak bermanfaat baginya. Jika kita belajar doa ”Bismillahi tawakkaltu...” ketika akan bepergian kemudian tidak membacanya maka ilmu itu tak bermanfaat bagi kita. Ilmu begitu didapat harus langsung diamalkan. Sebab jika menunggu banyak kemudian baru mengamalkannya, itu sangat...sangat berat.
Seorang alim yang tidak beramal seperti lampu yang membakar dirinya sendiri (HR Ad-Dailami).
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَهُمۡ جَنَّٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡكَبِيرُ ١١
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.“ (Al Buruuj:11)
Di dalam Al Qur’an banyak ayat yang menulis bahwa orang yang beriman dan beramal kebaikan akan masuk surga. Orang yang tidak beramal akan merugi. Orang yang punya ilmu tapi tidak mengamalkannya itu seperti pohon yang tidak berbuah. Tidak ada manfaatnya.
d.      Setelah Mengamalkan Ilmu, Ajarkan Ilmu ke Orang Lain
Setelah kita mengamalkan ilmu kita, kita juga wajib untuk mengajarkannya. Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh.
Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya, dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat. (HR. Ar-Rabii')
Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu daripada shalat sunnah seratus rakaat. Pergi mengajarkan satu bab ilmu lebih baik daripada shalat seribu raka'at. (HR. Ibnu Majah)
Itulah keutamaan mengajarkan ilmu. Jika kita tidak mengajarkannya atau merahasiakannya resikonya sebagai berikut:
Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali di mulutnya dari api neraka. (HR. Abu Daud).

e.       Ajarkan Ilmu Tauhid ke Lingkungan Terdekat
Hendaknya kita mengajarkan Tauhid ke lingkungan terdekat kita. Sebagai contoh, Luqman mengajarkan anaknya agar tidak mempersekutukan Allah:
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ
“Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya memperse-kutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar." (Luqman:13)

f.       Kerjakan Lebih Dulu Sebelum Anda Mengajarkan Ilmu ke Orang Lain
۞أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ
“Mengapa kamu suruh orang lain berbuat baik, sedang kamu sendiri tidak mengerjakannya?...“ (Al Baqarah:44).
Itu adalah kecaman Allah terhadap orang yang sering ceramah agar manusia berbuat baik sedang dia sendiri tidak mengerjakan apa yang diceramahkannya. Mengerjakan kebaikan memang hal yang sulit. Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk melakukan itu.
Amal harus sesuai dengan ilmu. Ulama yang tidak mengerjakan ilmunya, apalagi itu menyangkut hal yang wajib atau haram, maka dosanya dua kali lipat dibanding dengan orang yang biasa.
Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang tidak mengamalkan ilmunya. (HR Al-Baihaqi)
Ilmu yang bermanfaat jika sudah dipelajari itu haruslah diimani atau diyakini kebenarannya. Kemudian diamalkan. Setelah itu diajarkan.



Ridha Syahida Imanisalma Zakiyah